Wednesday, February 22, 2017

4 Hal yang Bisa Dicontoh dari Pangeran Sambernyawa

Nama Pangeran Sambernyawa sudah tak asing bagi wong Solo. Ia dikenal sebagai tokoh pejuang dari Surakarta. Sejatinya, ia juga seorang Raja Mangkunegaran I. Adapaun nama Sambernyawa itu sendiri didapatinya dari julukan yang disematkan Gubernur VOC, Nicolas Hartingh kepada beliau karena Sambernyawa saat berperang bagaikan malaikat maut bagi musuh-musuhnya. Selain kedua nama itu, ia juga kerap disapa sebagai Raden Mas Said.

Semua tentang Samber Nyawa kini menjadi kenangan. Kuburan menjadi tempat terakhir perjalanan Sambernyawa di dunia ini. Sekarang, masyarakat hanya dapat mengenang beliau melaului cerita dan kuburannya. Jika masyaakat ingin mengetahui kuburan beliau, bisa langusng saja berkunjung ke Astana Mengadeg, Desa Girilayu, Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar.

Sejatinya, kuburan itu bukanlah akhir dari Sambernyawa dalam berbagi kemanfaatan. Meski sudah wafat, ia masih membersamai manusia dengan berbagai pemikiran-pemikiran beliau yang bermanfaat. Berikut beberapa hal yang perlu dicontoh dari warisan Raden Mas Said:

1. Bangsawan yang Merakyat

R Said tidak hidup dalam glamour seperti bangsawan pada umumnya. Ia sejak kecil sudah membiasakan diri hidup sebagaimana rakyatnya hidup. Penderitaan rakyat akibat ulah penjajah Belanda juga ia alami. Dengan kehidupan yang merakyat sejak dari kecil, ketika tumbuh dewasa ia tergerak hatinya untuk berjuang melawan penjajah demi membebaskan rakyatnya dari penderitaan.

2. Ahli Strategi Perang

Saat berperang, sambernyawa adalah peletak dasar strategi perang gerilya. Sebuah siasat perang dengan tiga teknik yaitu jejemblungan, dhedhemitan, dan weweludan. Jemblung sendiri cara berperang seperti orang gila yang tidak punya rasa takut, dhemit bagaikan hantu yang susah diraba keberadaannya, dan welud adalah belut yang susah ditangkap. Ketiga teknik tersebut menjadi bekal utama dalam bergerilya pasukan sambernyawa. Dan ketiga teknik inilah yang ditiru oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman dalam melawan penjajah pula.

3. Seorang Religius

Bukan hanya ulung dalam strategi perang, ia juga dikenal sebagai sosok religius. Hal ini dibuktikan dengan kegiatan beliau dalam menyalin Al-Quran 30 juz. Meski sedang sibuk berperang, ia juga masih produktif menyalin Al-Quran dengan tulis tangan hingga delapan kali.

4. Pemimpin Egaliter

Sambernyawa memiliki kata mutiara yang disebut Tri Dharma. Kalimat di dalamnya mengandung nilai kehidupan yang mendalam. Kalimat Tri Dharma menunjukkan bahwa Sambernyawa memiliki sifat egaliter (persamaan). RM. Said hendak enunjukkan jika kemenangan yang diraih adalah kemenangan bersama, bukan hanya kemenangan satu pihak saja. Adapun kalimatnya berbunyi, Rumongso melu handarbeni (merasa ikut memiliki), wajib melu hanggondheli (berkewajiban ikut mempertahankan, dan mulat sariro hangrosowani (berani melakukan introspeksi diri). 

No comments:
Write comments